TUGAS
HUKUM AGRARIA
MENGKAJI UU NO. 5 TAHUN 1960
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA
Dosen Pengampu: Wihandriati, S.H., CN
Oleh :
Inggit Bayu Setyawan (09009076/ PPKn A)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
2011
Undang Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.
Pasal 1.
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah-air dari seluruh
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi,
air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang
bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan
pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah
ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.
Analisis:
menurut kami pasal 1 UUPA ini tidak membutuhkan PP atau peraturan lainnya,
karena apa yang terkandung dalam pasal 1 ini sudah jelas.
Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3)
Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari
Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
a.
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai
dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yang
merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas
pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami pasal 2 membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuan-ketentuannya,
khususnya Pasal 2 ayat 4 melalui PP No. 16 tahun 2004 tentang Tata Penggunaan
Tanah.
Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal
1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Analisis:
menurut kami pasal 3 UUPA ini tidak membutuhkan PP atau peraturan lainnya,
karena apa yang terkandung dalam pasal 3 ini sudah jelas.
Pasal 4.
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan,demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya,
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum
lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang
dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan
ruang angkasa.
Menurut
kami ketentuan pada Pasal 4 ayat 2 masih
membutuhkan Peraturan yang lebih lanjut untuk melaksanakannya, adapun
peraturan-peraturan tentang hak menguasai Negara ini adalah:
1.
UU no. 11 tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan pada pasal 1 ayat 1 yang mengatur
mengenai penguasaan bahan galian
2.
UU no. 3 tahun 1972 tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Transmigrasi
3.
UU no. 11 tahun 1974 tentang
Pengairan
4.
UU no. 23 tahun 1997 tentang
Penataan Lingkungan Hidup
5.
UU no. 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi
6.
UU no. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan
dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 5 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 6 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka
pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 7 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 8.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam
pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 8 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 9.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa,
dalam batas-batas
ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik
laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu
hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 9 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai
sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat
(1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat
( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 10 ini masih membutuhkan pengaturan lebih
lanjut melalui PP, adapun PP nya adalah PERPU 56/1960, tentang penetapan luas tanah
pertanian.
Pasal 11.
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan
hukum, dengan
bumi, air dan ruang angkasa serta
wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar
tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan
keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomis lemah.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 11 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 12.
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria
didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk
koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain
menyelenggarakan
usaha bersama dalam lapangan agraria.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 12 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha
dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi
dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta
menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan
martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam
lapangan agrarian dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat
monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria
yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian
dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan
agraria.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 13 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam
pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2)
Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan
masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi
pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri,
transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat
(1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah
mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa
untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud
dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah
Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan
dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 14 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya
serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hokum atau
instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan
pihak yang ekonomis lemah.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 15 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
BAB II
HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA
PENDAFTARAN TANAH.
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan umum.
Pasal 16.
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1)
ialah:.
a. hak
milik,
b. hak
guna-usaha,
c. hak
guna-bangunan,
d. hak
pakai,
e. hak
sewa,
f. hak
membuka tanah,
g. hak
memungut-hasil hutan,
h. hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang
disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai
yang dimaksud dalam
pasal 4 ayat (3) ialah:
a. hak
guna air,
b. hak
pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c. hak
guna ruang angkasa.
Analisis:
menurut kami hal yang terkandung pada pasal 16 sudah cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka
untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum
dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat
(1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari
batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah
dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan
menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam
ayat (1) pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan
secara berangsur-angsur.
Analisis:
Menurut kami pasal 17 ini masih membutuhkan PP dalam pelaksanaannya, adapun PP
yang mengatur tentang pasal ini adalah Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No.56 Tahun 1960 tentang Luas batas
maksimum dan minimum pemilikan tanah
Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan
bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang
diatur dengan Undang-undang.
Analisis: Menurut kami pasal 18 ini masih membutuhkan PP dalam
pelaksanaannya, adapun PP yang mengatur tentang pasal ini adalah peraturan
pemerintah No. 39 Tahun 1973 Tentang Acara penetapan ganti kerugian oleh
pengadilan tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda
asing yang ada diatasnya.
Bagian II
Pendaftaran tanah.
Pasal 19.
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini
meliputi:
a. pengukuran
perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya
yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Analisis:
Menurut kami pasal 19 ini masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuannya,
adapun PP yang penjabaran dari pasal ini adalah PP No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Bagian III
Hak milik,
Pasal 20.
(1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 20 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 21.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai
hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya
Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai
hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan
kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah
jangka waktu tersebut
lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan
Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku
ketentuan dalam ayat (3)
pasal ini.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 21 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 22.
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena :
a.
penetapan Pemerintah, menurut cara dan
syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b.
ketentuan Undang-undang.
Analisis: menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 22 masih
membutuhkan PP untuk melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Pasal 23.
(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 23 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 24.
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya
dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
Analisis: menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 22 masih
membutuhkan PP untuk melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Pasal 25.
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 25 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 26.
(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang. dimaksudkan
untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung
atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang
warga-negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan
oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum
dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh
pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Analisis:
menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 24 masih membutuhkan PP untuk
melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah PP 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
Pasal 27.
Hak milik hapus bila:
a.
tanahnya jatuh kepada negara,
1. karena
pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2. karena
penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena
diterlantarkan;
4. karena
ketentuan -pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
b.
tanahnya musnah.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 27 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian IV.
Hak guna-usaha.
Pasal 28.
(1) Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana
tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan.
(2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang
luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar
atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang
baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 28 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 29.
(1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling
lama 25 tahun.
(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang
lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat
keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang
paling lama 25 tahun.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 29 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 30.
(1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah.
a. warga-negara
Indonesia;
b. badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak
guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam
ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat
tersebut. Jika hak gunausaha, yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan
dalam
jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena
hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 30 masih membutuhkan PP dalam pelaksanannya
adapun PP nya adalah PP No. 40 Tahun 1996 pasal 17 dan 18
Pasal 31
Hak guna-usaha terjadi karena penetapan
Pemerintah.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 31 masih membutuhkan PP dalam pelaksanannya
adapun PP nya adalah PP No. 40 Tahun 1996 pasal 6 dan 7.
Pasal 32.
(1) Hak guna-usaha, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut,
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak
guna usaha, kecuali
dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 32 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 33.
Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak
tanggungan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 33 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 34.
Hak guna-usaha hapus karena:
a. jangka
waktunya berakhir;
b. dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
b. tidak
dipenuhi;
c. dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut
untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya
musnah;
g. ketentuan
dalam pasal 30 ayat (2).
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 34 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian V
Hak guna-bangunan.
Pasal 35.
(1) Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan
mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut
dalam
ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling
lama 20 tahun.
(3) Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 35 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 36.
(1) Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah:
a.
warga-negara Indonesia;
b. badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak
guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat
(1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak
itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika hak gunabangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau
dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan,
bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami pasal 36 masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuan
tersebut adapun PP nya adalah: PP No. 40 Tahun 1996 pasal 35-38.
Pasal 37.
Hak guna-bangunan terjadi:
a.
mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara; karena penetapan Pemerintah;
b.
mengenai tanah milik; karena perjanjian yang
berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan
memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 37 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 38.
(1) Hak guna-bangunan, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna-bangunan serta
sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 38 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 39.
Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 39 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 40.
Hak guna-bangunan hapus karena:
a. jangka
waktunya berakhir;
b. dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
b. tidak
dipenuhi;
c. dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut
untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya
musnah;
g. ketentuan
dalam pasal 36 ayat (2).
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 40 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian VI.
Hak pakai,
Pasal 41.
(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2) Hak pakai dapat diberikan:
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau
pemberian jasa berupa apapun.
(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai
syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 41 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 42.
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
a.
warga-negara Indonesia;
b.
orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.
badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 42 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 43.
(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain
dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat
dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang
bersangkutan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 43 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian VII.
Hak sewa untuk bangunan.
Pasal 44.
(1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai
hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain
untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
a. satu
kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b. sebelum
atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam
pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 44 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 45.
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
a. warga-negara
Indonesia;
b. orang
asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.
badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan
hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 45 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian VIII.
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan.
Pasal 46.
(1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
hanya dapat dipunyai oleh warga-negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan
secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 46 masih membutuhkan PP dalam melaksanakan
ketentuannya, adapun PP nya adalah: PP No. 24 Tahun 2010 tentang penggunaan
kawasan hutan
Bagian IX.
Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan.
Pasal 47.
(1) Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk
keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain.
(2) Hak guna-air serta pemeliharaan dan
penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 47 ini masih membutuhkan PP lebih lanjut
dalam pelaksanaanya, adapun PP nya adalah: PP No. 42 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sumber daya air
Bagian X.
Hak guna ruang angkasa.
Pasal 48.
(1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk
mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara
dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 48 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Bagian XI
Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
Pasal 49.
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan
sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial,
diakui
dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula
akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan
dan sosial.
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan
suci lainnya sebagai
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Analisis:
menurut kami pasal 49 ini masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuannya,
adapun PP nya adalah: UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Bagian XII
Ketentuan-ketentuan lain.
Pasal 50.
(1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak
milik diatur dengan Undang-undang.
(2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak
guna-usaha, hak
guna-bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk
bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 50 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 51 .
Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak
milik, hak guna-usaha dan hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39
diatur dengan Undang-undang.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 51 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
BAB III
KETENTUAN PIDANA.
Pasal 52.
(1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar
ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3
bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-
(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan
perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26, ayat (1), 46, 47, 48, 49,
ayat (3) dan 50
ayat (2) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.
(3) Tindak pidana dalam ayat (1) dan (2) pasal
ini adalah pelanggaran.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 52 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN.
Pasal 53.
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi
hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya
yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan
hapusnya didalam waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3)
berlaku terhadap peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 53 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 54.
Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal
21 dan 26, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonenesianya mempunyai
kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok, telah menyatakan menolak
kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan
perundangan yang bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarga-negaraan Indonesia
saja menurut pasal 21 ayat (1).
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 54 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 55.
(1) Hak-hak asing yang menurut ketentuan konversi
pasal I, II, III, IV dan V dijadikan hak usaha-usaha dan hak guna-bangunan
hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut, dengan jangka
waktu paling lama 20 tahun.
(2) Hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya
terbuka kemungkinannya untuk diberikan kepada badan-badan hukum yang untuk
sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika hal itu diperlukan
oleh Undang-undang yang mengatur pembangunan
nasional semesta
berencana.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 55 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 56.
Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai
tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah
ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya
mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 56 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 57.
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan
tersebut dalampasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah
ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad .1908 No. 542 sebagai
yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 57 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan
PP atau pun peraturan lainnya.
Pasal 58.
Selama peraturan-peraturan pelaksanaan
Undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang
ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai
dengan itu.
Analisis:
menurut kami ketentuan pada pasal 58 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak
membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.