ads

loading...

Friday, April 8, 2016

SISTEM POLITIK INDONESIA ORDE BARU (MASA DEMOKRASI PANCASILA) 1965-1998

SISTEM POLITIK INDONESIA
ORDE BARU (MASA DEMOKRASI PANCASILA) 1965-1998




A.      Praktek politik pada masa demokrasi pancasila (apakah demokratis atau tidak) ?
Menurut hasil analisa terhadap bukti-bukti sejarah pada masa demokrasi pancasila (masa orde baru), praktek politik saat itu semakin menjauh dari kata demokratis, walaupun saat itu terjadi hegemoni terhadap pancasila tapi hal itu hanya sebatas kedok, karena pada prakteknya pemerintahan Soeharto dapat dikategorikan sebagai pemerintahan yang otoriter. Banyak sekali penyimpangan yang dilakukan era orde baru terkait dengan praktek politik yang dijalankan yang mengakibatkan jalannya pemerintahan tidak demokratis, adapun bentuk-bentuk praktek politiknya diantaranya adalah:
1.         Adanya dominasi militer dalam politik Indonesia era orde baru
Pemerintahan orde baru dibawah kendali Soeharto menempatkan militer pada tempat spesial baik atas dasar ikatan psikologis ataupun keyakinan atas militer sebagai motor pembangunan dan penilaian atas ketidakmampuan pemerintahan sipil. Salah satu keistimewaan yang diberikan kepada militer adalah menempatkanya pada posisi strategis pemerintahan, legislatif ataupun posisi strategis Golkar. Pada akhir 1970-an, separuh anggota kabinet dan sepertiga jabatan gubernur dijabat oleh militer. Keterlibatan militer dalam birokrasi lokal selain melalui jabatan Bupati dan Gubernur adalah keterlibatan pimpinan militer melalui Muspida dan Muspika yang berfungsi mengendalikan kehidupan masyarakat daerah terutama dalam kegiatan-kegiatan politik seperti mobilisasi rakyat untuk pembangunan dan untuk Pemilihan Umum.
Dominasi militer juga terjadi pada struktur Golkar, kondisi ini bisa dipahami dikarenakan Golkar adalah partai bentukan militer yang dibuat untuk ikut dalam Pemilu untuk mendapatkan legitimasi rakyat atas pemerintahan orde baru. Dampak dominasi militer pada masa orde baru munculnya rezim otoriter sebagai penghambat demokratisasi karena  dominasi militer dalam perpolitikan Indonesia dimana hampir posisi strategis pemerintahan dikuasi oleh militer membawa dampak bagi kebebasan berekspresi, berorganisasi dan berpendapat. Militer melakukan kontrol terhadap media massa ataupun aktivitas politik yang dilakukan partai politik maupun masyarakat umum. Kontrol militer yang berlebihan terhadap aktivitas masyarakat menyebabkan terjadinya kekerasan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM. Setidaknya ada 6 kasus kemanusiaan yang terjadi sebagai implikasi pendekatan kekerasan. Dimulai dari kasus malari (1971), Tanjung Priuk (1984), Talang Sari Lampung (1989), DOM Aceh (1989-1998), Kudatuli 27 Juli 1996, rentetan kekerasan ditutup dengan peristiwa penculikan aktivis 1998 dan tragedi trisakti I. Menurut data yang dimiliki Kontras (komisi orang hilang dan korban tindak kekerasan) kejadian tersebut menelan korban tidak kurang dari 9085 orang. Menurut Fajrul Falaakh, suramnya penyelesaian masalah perburuhan dan pertanahan, juga operasi militer ditimur-timur, Aceh, Lampung, Tanjung Priuk, merupakan bukti-bukti yang selalu diungkap sebagai keburukan peran non-militer ABRI. Dominasi militer pada kepemimpinan pemerintahan daerah berimplikasi pula, tidak ada netralitas birokrasi dan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan sejak 1971-1997. Investasi militer dalam netralitas birokrasi dan pemilu hanya terbatas pada fungsi kontrol atau memastikan birokrasi solid untuk mendukung Golkar. Keberadaan militer didalam DPR/MPR dan Golkar menghilangkan fungsi check dan balance dalam penyelenggaraan Negara.
2.         Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi.
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian bahasa mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama khonghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh Komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
B.       Kestabilan politik pada masa orde baru (dominasi golkar disebabkan oleh beberapa faktor) Sebutkan!
Ketika pemerintahan orde baru menegaskan untuk fokus pada masalah pembangunan ekonomi, maka prasyarat utamanya tentunya masalah stabilitas politik. Sedangkan saat itu tidak ada kekuatan di Indonesia saat itu yang lebih memungkinkan digunakan untuk menciptakan stabilitas selain militer. Atas pertimbangan inilah kemudian Soeharto melakukan upaya menciptakan stabilitas politik, salah satu langkah yang diambil yakni menempatkan militer dalam posisi strategis pemerintahan dan lembaga politik khususnya Golkar dan lembaga legislatif. Fungsinya untuk mengawasi aktivitas politik masyarakat dan ”mengikat kaki dan tangan” partai politik agar tidak melakukan aktivitas oposisi.
Memang saat itu kestabilan politik terwujud karena adanya praktek politik yang dilakukan oleh Soeharto yang meng-anak emaskan golkar. Sehingga golkar mampu dominan daripada partai PDI ataupun PPP. Adapun faktor-faktor penyebab dominannya partai golkar adalah:
1.         Peraturan Monoloyalitas yaitu kebijakan pemerintahan orde baru yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk menyalurkan aspirasi politiknya kepada golongan karya.
Pada masa orde baru ini terlihat sekali terjadinya politisasi terhadap birokrasi yang seharusnya lebih berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Jajaran birokrasi diarahkan sebagai instrumen politik kekuasaan Soeharto pada saat itu. Birokrasi dijadikan alat mobilisasi masa guna mendukung Soeharto dalam setiap Pemilu. Setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah anggota Partai Golkar. Meskipun pada awalnya, Golkar tidak ingin disebut sebagai partai, tetapi hanya sebagai golongan kekaryaan. Namun permasalahannya, Golkar merupakan kontestan Pemilu dan itu berarti dia adalah partai politik. Pegawai negeri yang menjadi pengurus partai selain Golkar, maka dia akan tersingkirkan dari jajaran birokrasi. Selain itu, orang atau sekelompok orang yang tidak berpihak pada Golkar, maka bisa dipastikan akan mendapat perlakuan diskriminatif dalam birokrasi. Jika suatu wilayah tidak merupakan basis Golkar, maka pembangunan akan sangat tertinggal karena pemerintah lebih mengutamakan daerah yang merupakan basis Golkar. Keberpihakan birokrasi terhadap suatu partai, tentu saja dalam hal ini Golkar, akan mengurangi profesionalisme dari birokrasi tersebut. Singkatnya, birokrasi wajib mendukung Golkar sebagai partai pemerintah. Begitu juga dengan kekuatan militer sebagai pendukung pemerintahan pada saat itu. Pada situasi seperti itu, jelas bahwa birokrasi, militer, dan partai politik tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Dukungan yang diberikan oleh PNS atau birokrasi tidak hanya sampai di situ. Anggota keluarga dari pegawai pemerintah pun harus turut mendukung Golkar. Oleh sebab itulah Golkar selalu menang dalam setiap Pemilu, karena jumlah pegawai negeri di Indonesia sangat banyak jumlahnya
2.         Dominasi Militer dalam tubuh Golkar.
Dominasi militer juga terjadi pada struktur Golkar, kondisi ini bisa dipahami dikarenakan Golkar adalah partai bentukan militer yang dibuat untuk ikut dalam Pemilu untuk mendapatkan legitimasi rakyat atas pemerintahan orde baru. Hubungan Golkar-militer cukup dimanis, dimulai dari dominasi militer didalam tubuh Sekber Golkar. Ketua Sekber Golkar di Dati I pada umumnya dijabat purnawirawan ABRI dan banyak pula yang masih aktif. Ketua Sekber Dati II hampir semuanya dijabat anggota ABRI aktif. Pada Munas 1 Golkar di surabaya, 4-9 September 1973, ABRI menempatkan perwira aktif kedalam struktur DPP dan hampir seluruh daerah tingkat I dan daerah tingkat II jabatan ketua Golkar dipegang oleh ABRI aktif.

C.      Mengapa politik orde baru tumbang? (dilihat dari supra/ infrastruktur)


Pada pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi melanda Asia yang menyebabkan kondisi ekonomi negara-negara Asia termasuk Indonesia sangat memprihatinkan. Adapun krisis ini disebabkan karena keterikatan sistem ekonomi Indonesia atau global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis ekonomi yang ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.
Ada dua pendapat yang menyatakan terjadinya krisis ekonomi di Asia, khususnya di Indonesia adalah: Pertama, pendapat ini menekankan bahwa krisis ini tidak dipengaruhi oleh inkonsistensi kebijakan pemerintah atau faktor-faktor internal suatu negara, tetapi lebih disebabkan oleh para pelaku di pasar modal. Seperti yang dikemukakan oleh Obstfeld (1996) dan Griffith-Jones (1998), serangan spekulator tidak didorong oleh lemahnya fundamental ekonomi tetapi lebih disebabkan oleh ekspektasi memburuknya kondisi makroekonomi suatu negara, yang ironisnya merupakan dampak dari perilaku para spekulan tersebut, sehingga para spekulan dapat melakukan aksi profit taking yang sebesar-besarnya sebelum krisis dan pasca krisis. Kedua, pendapat ini dikemukakan oleh ekonom terkenal yaitu Krugman (1998) yang menyatakan bahwa krisis ini adalah ‘hukuman’ bagi ‘dosa’ yang dilakukan negara-negara Asia pada umumnya. Pihak swasta meyakini pemerintah akan membantu dan memberikan jaminan sepenuhnya terhadap kewajiban luar negeri apabila mereka terlibat kesulitan (Subandoro, Ali Winoto dalam Selo Soemardjan, 1999 : 78). Kontradiksi internal yang demikian menciptakan keretakan pada dinding sistem politik Orde Baru. Kontradiksi ini juga memberi keterbukaan politik bagi kelompok-kelompok yang pro-reformasi, khususnya kaum intelektual, aktivis sosial, politik, dan mahasiswa yang berjuang untuk demokrasi yang lebih baik sejak awal Orde Baru. Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya Orde Baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998. Gerakan ini diawali dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakatpun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung DPR/MPR dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR. Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya Presiden tercapai, tapi perjuangan ini harus melalui tragedi Trisakti dan tragedi Semanggi dengan gugurnya beberapa mahasiswa akibat bentrokan dengan aparat militer bersenjata (Hikam, Muhammad. 1999: 85). Era reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya pada saat presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswapun meluas hampir diseluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.


DAFTAR PUSTAKA

Huda, Ni’matul.2010. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wayan, I Badrika.(2006).Sejarah:Untuk SMA Kelas XI.Jakarta: Erlangga.
Mas’oed Mohtar (1997). “Politik, Birokrasi dan Pembangunan”, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Wednesday, March 30, 2016

PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL (TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN)



PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

1.    Norma hukum bersifat mengikat dan memaksa, sedangkan norma lain (agama, susila, kesopanan) tidak dapat dipaksakan. Hukum bertujuan menciptakan keamanan dan keadilan. Hukum berisi perintah, larangan, dan sanksi.
2.      Hukum dapat dibagi atas ;
a.    Peraturan tertulis, yaitu peraturan yang ditulis resmi oleh lembaga berwewenang. Cohtoh UUD, Tap MPR, UU, Keppres, dll.
b.    Peraturan tidak tertulis, yaitu peraturan yang tidak tertulis, tetapi hidup dan terpelihara dalam masyarakat dan diakui sebagai peraturan. Contoh Konvensi yaitu aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Seperti pidato Presiden tanggal 16 Agustus.
3.      Negara hukum (rechtstaats) yaitu negara dimana pemerintahannya berdasarkan hukum. Prinsip/Azas negara hukum :
a.      Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia
b.     Peradilan yang bebas dan tidak memihak
c.      Tidak ada diskriminasi hukum (kepastian hukum)
4.      Prinsip-Prinsip Hukum Umum :
a.      Peraturan yang lebih tinggi menjadi dasar hukum bagi peraturan  yang lebih rendah
b.     Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
c.      Apabila peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan yang lebih rendah tidak berlaku (batal demi hukum)
d.     Peraturan yang bersifat khusus mengabaikan peraturan yang bersifat umum
5.      Landasan pembinaan negara hukum adalah :
a.      Pembukaan UUD 1945 alinea IV
b.     Pasal 27 ayat 1, persamaan dan kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan
c.      Pasal 1 ayat 3, negara Indonesia adalah negara berdasar atas hukum

6.      Perkembangan perubahan tata urutan peraturan perundangan di Indonesia :
TAP No XX/MPRS/1966
TAP No III/MPR/2000
UU No 10 Tahun 2004
1.      UUD 1945
2.      Tap MPR
3.      UU/Perpu
4.      PP
5.      Keppres
6.      Peraturan Lainnya

1.      UUD 1945
2.      Tap MPR
3.      UU
4.      Perpu
5.      PP
6.      Keppres
7.      Perda

1.      UUD 1945
2.      UU/Perpu
3.      PP
4.      Perpres
5.      Perda

7.      Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia ditegaskan dalam UU No 10 tahun 2004  :
a.  UUD 1945
Ø  Ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
Ø  MPR berwewenang mengubah dan menetapkan UUD (pasal 3 ayat 1 UUD 1945)
Ø Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah karena memuat kaedah fundamental seperti tujuan, dasar, cita-cita negara.
Ø  Bentuk negara kesatuan republik (pasal 1 ayat 1) tidak dapat diubah (pasal 37 ayat 5)
Ø  Sistematika terdiri atas :
·      Pembukaan
·   Pasal-Pasal ( 21 Bab, 73 Pasal, 140 ayat, 3 Pasal Aturan Peralihan, 2 Pasal aturan Tambahan)
b. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
Ø  DPR memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20 ayat 1)
Ø  Setiap RUU harus mendapat persetujuan bersama DPR dan Presiden (pasal 20 ayat 2)
Ø  Dalam hal ihkwal kegentingan memaksa Presiden mengeluarkan perpu (pasal 22 ayat 1)
Ø  Perpu harus disetujui DPR dalam sidang berikutnya, jika disetujui menjadi UU sedangkan jika tidak disetujui harus dicabut (pasal 22 ayat 2 dan 3)
c.  Peraturan Pemerintah (PP)
Ø  Presiden menetapkan PP untuk melaksanakan UU (pasal 5 ayat 2)
d.  Peraturan Presiden (Perpres)
Ø  Perpres ditetapkan oleh Presiden untuk melakanakan UUD 1945, UU, atau Perpu untuk keperluan tertentu.
e.  Peraturan Daerah
Ø  Perda ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah yaitu Kepala Daerah dan DPRD (pasal 18 ayat 6)

8.      Proses pembuatan Undang-Undang :
a.      DPR, DPD, atau Presiden berhak mengajukan RUU
b.     Pembahasan RUU oleh DPR bersama Presiden yang terdiri atas 2 tingkat :
·  Tingkat I  : dilaksnakan dalan Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus
·      Tingkat II   : Pengambilan keputusan dalan rapat paripurna DPR
c.      RUU disetujui bersama Presiden dan DPR
d.     Pengesahan RUU oleh Presiden
e.      Pengundangan UU dalam Lembaran Negara oleh Sekretariat Negara

9.      Manfaat mematuhi hukum di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar mengajar yang aman dan tertib.

Friday, March 25, 2016

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, IDEOLOGI NEGARA DAN NILAI NILAI PANCASILA





PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
DAN IDEOLOGI NEGARA

1.             Pentingya Ideologi bagi suatu bangsa dan negara
Ideologi berasal dari kata idea yang artinya pemikiran, khayalan. konsep, keyakinan, dan kata logos yang artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Jadi, ideologi dapat diartikan ilmu tentang keyakinankeyakinan atau gagasan-gagasan. Ada beberapa pengertian ideologi menurut para tokoh seperti berikut.:
a.     Menurut Destutt de Tracy, ideologi diartikan sebagai Science of Ideas, di dalamnya ideologi dijabarkan sebagai sejumlah program yang diharapkan membawa perubahan lembaga dalam suatu masyarakat.
b.      Menurut Ali Syariati, ideologi adalah keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa, atau suatu ras tertentu.

Ideologi umumnya dirumuskan dari pandangan hidup, baik pandangan yang bersumber dari ajaran agama maupun dari falsafah hidup. Ideologi yang berasal dari ajaran agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, maupun agama lainnya, ideologi ini biasanya bersifat umum dan universal, artinya berlaku untuk semua umat manusia. Sedangkan ideologi yang berdasarkan falsafah hidup biasanya berlaku untuk partai, kelas maupun bangsa bersangkutan, sehingga herlaku local atau untuk kelompok atau bangsa itu sendiri. Dari pengertianpengertian ideologi di atas, maka dapat dikaji lebih lanjut mengenai unsurunsur suatu ideologi. Menurut Koento Wibisono ada tiga unsur penting dalam suatu ideologi, yaitu:
a.        Keyakinan, yaitu setiap ideologi selalu menunjukkan gagasan vital yang sudah diyakini kebenarannya untuk dijadikan dasar dan arch strategic bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
b.         Mitos, yaitu konsep ideologi selalu memitoskan suatu ajaran yang secara optimal dan pasti, yang menjamin tercapainya tujuan melalui cara-cara yang telah ditentukan.
c.      Loyalitas, yaitu setiap ideologi menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari pendukungnya.

Dengan memperhatikan pengertian dan unsur-unsur ideologi, dapat dikatakan bahwa semua komponen itu adalah pandangan hidup yang sudah disertai dengan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, dan sudah menjadi milik kelompok atau bangsa tertentu. Misalnya ideologi yang dimiliki bangsa Indonesia. Dalam suatu ideologi harus terkandung tiga komponen dasar, yaitu:
·           Keyakinan hidup, yaitu konsepsi yang menyeluruh tentang alam semesta (kosmos). Dalam konsepsi ini akan dihadapkan antara keyakinan hidup dengan alam semesta, yang di dalamnya tercermin tiga keyakinan dasar, yaitu hal yang menyangkut hakikat diri pribadi, hakikat yang menyangkut hubungannya dengan sesama, serta hubungan antara pribadi dengan Tuhan.
·           Tujuan hidup, yaitu konsepsi tentang cita-cita hidup yang diinginkan.
·           Cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan hidup, termasuk juga di dalamnya berbagai macam institusi (lembaga), program aksi, dan lain sebagainya.

Arti Penting Ideologi bagi Suatu Bangsa dan Negara
Bagi negara-negara yang mengalamai penjajahan, ideologi di maknai sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin diwujudkan. Ideologi sangat diperlukan karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberi motivasi dalam perjuangan melawan penjajah. Pentingnya Ideologi dapat dilihat dari fungsinya. Bagi suatu negara, ideologi merupakan sesuatu yang berfungsi sebagai pandangan hidup dan petunjuk arah semua kegiatan hidup serta penghidupan suatu bangsa di berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Ideologi diperlukan oleh suatu bangsa untuk mewujudkan tujuan negaranya. Tanpa kesepakatan bersama, tidak mungkin tujuan untuk meraih cita-cita atau harapan negara dapat menjadi kenyataan.
Arti penting Ideologi adalah sebagai berikut:
1. Negara mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberikan orientasi mengenai dunia beserta isinya, seta memberikan motivasi perjuangan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
2.      Dengan ideologi nasionalnya, suatu bangsa dan negara dapat berdiri kukuh dan tidak mudah terombang-ambing oleh pengaruh ideologi lain serta mampu menghadapi persoalan-persoalan yang ada.
3.   Ideologi memberikan arah dan tujuan yang jelas menuju kehidupan yang di cita-citakan. Ideologi yang dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh rakyat dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan demi kelangsungan hidupnya.
4.      Ideologi dapat mempersatukan orang dari berbagai golongan, suku, ras, dan agama, bahkan dari berbagai ideologi.
5.      Ideologi dapat mempersatukan orang dari berbagai agama.
6.      Ideologi mampu mengatasi konflik atau ketegangan social.

Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pancasila disebut sebagai ideologi negara karena Pancasila telah memenuhi unsur-unsur keyakinan hidup, tujuan hidup, cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan hidup, sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai suatu ideologi. Unsur keyakinan hidup dalam Pancasila tercermin pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab dan persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya dalam sila kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan hidup yang sangat mulia itu tentunya harus diperjuangkan dengan segala pengorbanan dengan cara-cara yang efektif . Cara-cara yang digunakan untuk mewujudkan sila kelima adalah melalui sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam sila inilah tercermin makna demokrasi. Dengan prinsip demokrasi, tujuan hidup bangsa dan negara akan diupayakan untuk diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

2.             Pengertian Pancasila
Ditinjau dari asal-usulnya, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta yang mengandung dua suku kata, yaitu panca dan syila. Panca berarti lima dan syila dengan huruf i yang dibaca pendek mempu-nyai arti 5atau sendi, dasar, alas atau asas. Sedangkan syila dengan pengucapan i panjang (syi:la) berarti peraturan tingkah laku yang baik, utama atau yang penting. Dengan demikian Pancasila dapat diartikan berbatu sendi lima, atau lima tingkah laku utama, atau pelaksanaan lima kesusilaan Pancasyila Krama).
Apabila ditinjau dari segi kesejarahan (historis), istilah Pancasila pertama kali ditemukan dalam agama Budha. Dalam Kitab Tri Pitaka Pancasila diartikan sebagai lima aturan kesusilaan yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh penganut agama Buddha. Dalam Kitab Vinaya Pitaka, yang merupakan salah satu bagian dari Kitab Tri Pitaka, disebut ada lima pantangan atau lima larangan yang wajib dihindari oleh setiap pemeluk Budha, yaitu: menghindari pembunuhan, menghindari pencurian, menghindari perzinaan, menghindari kebohongan, menghindari makanan dan minuman yang memabukkan yang menyebabkan ketagihan. Masuknya agama Buddha ke Indonesia turut membawa ajaran Pancasila tersebut.
Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk istilah Pancasila dimasukkan dalam kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca. Dalam buku tersebut dituliskan “Yatnanggegwani Pancasyiila Kertasangskarbhisekaka Krama” yang artinya Raja menjalankan ke lima pantangan (Pancasila) dengan setia. Istilah Pancasila juga dapat kita jumpai dalam sebuah kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Dalam buku itu terdapat istilah Pancasila yang diartikan sebagai pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu:
·           Tidak boleh melakukan kekerasan
·           Tidak boleh mencuri
·           Tidak boleh berwatak dengki
·           Tidak boleh berbohong
·           Tidak boleh mabuk minuman keras.

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, istilah Pancasila kembali mencuat ke permukaan. Pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang pertama tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno dalam pidatonya mengatakan “ ... namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.” Setelah berakhirnya sidang BPUPKI tersebut dibentuklah Panitia Sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan “Piagam Jakarta”. Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menetapkan rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat Pembukaan UUD 1945, alinea IV dengan urutan sebagai berikut:
a.         Ketuhanan Yang Maha Esa
b.        Kemanusiaan yang adil dan beradab
c.         Persatuan Indonesia
d.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
e.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

3.             Sejarah Perumusan Pancasila
Perumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, awalnya bangsa Indonesia menyambut baik kedatangan Jepang. Rupanya kedatangan Jepang tidak mengubah nasib bangsa ke arah yang lebih baik, bahkan sebaliknya, ternyata lebih kejam daripada pemerintah Hindia Belanda. Maka di daerah-daerah muncul perlawanan terhadap Jepang Pada tahun 1943 posisi Jepang semakin genting karena menghadapi gempuran tentara Sekutu. Di samping itu, mereka juga menghadapi perlawanan di setiap daerah. Kondisi semacam ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk mendesak Jepang agar bersedia memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Desakan tersebut ternyata mendapatkan respon dari pemerintah Jepang. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koyso menjanjikan kemerdekaan kelak di kemudian hari. Untuk meyakinkan bangsa Indonesia terhadap janji tersebut. dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoshakai pada 1 Maret 1945. Anggota BPUPKI ini terdiri dari 60 anggota berasal dari Indonesia, 4 anggota keturunan Cina, satu anggota keturunan Belanda dan satu anggota dari keturunan Arab. Dalam salah satu sidang BPUPKI, tepatnya tanggal 1 Juni 1945, telah diadakan pembicaraan mengenai dasar negara Indonesia. Dalam sidang tersebut Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dan mengemukakan lima prinsip yang sebaiknya dijadikan dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu:
a.         Kebangsaan Indonesia
b.        Internasionalisme atau perikemanusiaan
c.         Mufakat atau demokrasi
d.        Kesejahteraan sosial
e.         Ketuhanan

Ir. Soekarno kemudian menegaskan bahwa kelima alas itu dinamakan Pancasila. Setelah Sidang I BPUPKI berakhir dibentuklah Panitia Kecil atau Panitia Sembilan untuk merumuskan ide dasar negara dengan bahan utama yang telah dibi.carakan dalam sidang BPUPKI. Pada tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil bersidang dan berhasil merumuskan Piagam Jakarta, yaitu:
a.         Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b.        Kemanusiaan yang adil dan beradab
c.         Persatuan Indonesia
d.       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/p erw akilan
e.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah BPUPKI dibubarkan, sebagai gantinya dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Inkai pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas semula dari panitia ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan serah terima kemerdekaan yang direncanakan pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun dengan takluknya Jepang kepada Sekutu. maka pada tanggal 14 Agustus terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan yang baik dan sempit itu akhirnya dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk melakukan langkah besar dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan berhasil menetapkan:
a.         Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
b.        Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam UUD 1945 inilah rumusan Pancasila yang sah sebagai dasar negara dapat kita temui, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV dengan rumusan sebagai berikut.
a.         Ketuhanan Yang Maha Esa
b.        Kemanusiaan yang adil dan beradab
c.         Persatuan Indonesia
d.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
e.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4.             Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara dapat berupa suatu falsafah yang dapat merangkum atau menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesia yang merdeka. Dasar negara merupakan fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh serta tahan terhadap segala gangguan, hambatan maupun rintangan dari dalam maupun dari luar, sehingga bangunan gedung di atasnya dapat berdiri dengan kokoh dan kuat. Bangunan itu ialah negara Republik Indonesia yang ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan dirumuskannya Pancasila oleh para pendiri negara adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Radjiman Widyodiningrat bahwa hakikat Pancasila adalah sebagai dasar negara. Demikian pula Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno juga menyebutkan perlu adanya dasar negara Indonesia yang merdeka yaitu Pancasila. Dengan demikian, para pelaku sejarah memang berniat merumuskan Pancasila sebagai landasan negara, sebagai falsafah negara dan ideologi negara dan tidak ada niatan lainnya. Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan, maka Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak bangunan-bangunan berikutnya. Dengan demikian, Pancasila dijadikan dasar dan tonggak dalam pembuatan segala peraturan perundang-undangan negara serta berbagai peraturan lainnya yang mengatur di berbagai bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun pertahanan dan keamanan. Di samping Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila juga sebagai cumber hukum yang paling utama bagi segala perundang-undangan yang akan dibuat dan digali. Oleh sebab itu, Pancasila di samping memerankan diri sebagai dasar negara juga memerankan diri sebagai sumber tertib hukum bagi Republik Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dicantumkan rumusan tersebut dalam Pembukaan UUD 1945, kita yakini bahwa rumusan itu adalah pancasila. Dengan kata lain, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di negara RI. Karena segala kehidupan negara berdasarkan Pancasila maka pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan juga harus berlandaskan hukum, artinya, semua tindakan kekuasaan atau kekuatan dalam masyarakat harus berdasarkan peraturan hukum.

Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia                       
Sebagai pandangan hidup, Pancasila merupkan kristalisasi pengalaman-pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang  telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, moral, serta etika yang melahirkan pandagan hidup. Pancasila sebagai petunjuk hidup bangsa Indonesia memberi arah bagi bangsa Indonesia dalam kegiatan dan aktivitas hidup di segala bidang kehiduppan serta dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk di berbagai bidang kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila Sebagai Jiwa Bansa Indonesia
Sebagai jiwa bangsa, Pancasila menjadi dasar aspirasi, semangat, dan motivasi perjuangan bangsa Indonesia, yang membedakannya dengan bangsa lain.

Pancasila sebagai Tujuan Bangsa Indonesia
Sebagai tujuan bangsa, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang dicita-citakan dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Pancasila merupakan tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur, serta materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah NKRI yang merdeka, berdaulat, bersatu dalam suasana perikehidupan bangsa yang tenteram, tertib, damai, dan dinamis.
Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Sebagai perjanjian luhur bangsa, Pancasila di sepakati bersama oleh pembentuk negara. Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara serta rakyat telah bersepakat untuk melaksanakan, memelihara, dan melestarikannya.
Pancasila sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, bahwa seluruh tata kehidupan berbangsa dan bernegara, seluruh peraturan perundang-undangan harus bersumber pada pada pancasila.

5.             Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Suatu ideologi harus mampu menghadapi segala bentuk tantangan dan hambatan serta perkembangan dari dalam negeri maupun perkembangan global. Pancasila sebagai suatu ideologi tidak akan menutup rapat-rapat terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada era globalisasi dan era informasi. Oleh sebab itu, Pancasila harus menjadi ideologi terbuka, artinya Pancasila harus membuka diri terhadap perubahan dan tuntutan perkembangan zaman. Menurut Dr. Alfian Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan dengan memenuhi persyaratan tiga dimensi, yaitu:
a.   Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut harus bersumber dari kenyataan hidup yang ada di masyarakat, sehingga masyarakat merasakan dan menghayati ideologi tersebut, karena digali dan dirumuskan dari budaya sendiri. Pada gilirannya nanti akan merasa memiliki dan berusaha mempertahankannya. Ideologi Pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur tersebut merupakan kenyataan yang ada dan hidup dalam masyarakat. Dengan demikian bangsa Indonesia betul-betul merasakan dan menghayati nilai-nilai tersebut dan tentunya akan berusaha untuk mempertahankannya.
b.  Dimensi idealisme, mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan cita-cita tersebut suatu bangsa akan mengetahui ke arah mana tujuan akan dicapai. Pancasila adalah suatu ideologi yang mengandung cita-cita yang akan dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Cita-cita tersebut akan mampu menggugah harapan dan memberikan optimisme serta motivasi kepada bangsa Indonesia. Maka semua itu harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c.       Dimensi fleksibilitas, yaitu suatu dimensi yang mencerminkan kemampuan suatu ideologi dalam mempengaruhi sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Mempengaruhi berarti ikut memberikan warna dalam perkembangan masyarakat, sedangkan menyesuaikan diri berarti masyarakat berhasil menemukan pemikiran-pemikiran baru terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Ideologi Pancasila memiliki sifat yang fleksibel, luwes, terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru tanpa menghilangkan hakikat yang terkandung di dalamnya. Dengan sifat fleksibel tersebut ideologi Pancasila akan tetap aktual dan mampu mengantisipasi tuntutan perkembangan zaman.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara.

Pancasila sebagai suatu ideologi mengandung nilai-nilai yang disaring dan digali dari nilai-nilai luhur dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut memberikan pengaruh bentuk sikap dan perilaku yang positif. Nilai dapat diartikan sebagai kualitas atau isi dari sesuatu. Sesuatu dikatakan bernilai apabila mempunyai kegunaan, keberhargaan (nilai kebenaran), keindahan (nilai estetis), kebaikan (nilai moral atau etis) maupun mengandung unsur religius (nilai agama). Sesuatu yang bernilai akan selalu dihargai dan dihormati di manapun sesuatu itu berada.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, nilai dapat dibagi rnenjadi tiga, yaitu:
a.        Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas.
c.         Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Sedangkan nilai kerohanian dapat diperinci menjadi empat macam, yaitu:
a.       Nilai kebenaran/ kenyataan, yaitu nilai yang bersumber dari pada unsur akal manusia (rasio, budi, cipta).
b.       Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber pada unsur rasa manusia
c.   Nilai kebaikan atau nilai Moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak/ kemauan manusia.
d.     Nilai religius, merupakan nilai ketuhanan, kerohanian tertinggi dan mutiak. Nilai ini bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.             Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa “ mengandung dua pengertian pokok, yaitu tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, yaitu zat yang maha kuasa, yang menciptakan alam semesta. Oleh karena itu, Tuhan sering disebut Causa Prima, yaitu penyebab pertama yang tidak disebabkan lagi. Tuhan. selaku causa prima mempunyai sifat yang abadi, yang sempurna, yang kuasa, tidak berubah, tidak terbatas, dzat yang mutlak yang adanya tidak terbatas, pengatur segala tertib alam. Sedangkan Yang Maha Esa dapat diartikan yang Mahasatu atau yang Mahatunggal, dan tidak ada yang mempersekutukan-Nya.
Dengan demikian, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan: Yang Maha Esa, Tuhan Pencipta Alam Semesta beserta isinya. Kepercayaan dan ketaqwaan tersebut mengandung pengertian selalu berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. menurut ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing.
Untuk memperkuat sila Ketuhanan Yang Maha Esa maka dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 disebutkan “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”.

Secara rinci nilai-nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah:
§   Adanya sikap percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
§ Kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
§   Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antarpemeluk beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
§   Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
§   Hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak asasi yang paling hakiki.
§   Tiap-tiap penduduk mempunyai kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
§   Tidak memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain.
§   Tiap-tiap penduduk mempunyai kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing

2.             Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab mencerminkan sifat hakiki manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan melengkapi manusia dengan jasmani dan rohani, yang keduanva merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sering disebut pribadi manusia.
Adil dalam pengertian yang objektif diartikan sebagai apa adanya. Seseorang dikatakan adil apabila memberikan kepada seseorang sesuai dengan haknya. Memperlakukan seseorang dengan pilih kasih dan berat sebelah bisa dikatakan sebagai perlakuan tidak adil.
Beradab berasal dari kata adab yang diartikan budaya, sedangkan beradab berarti berbudaya. Manusia yang beradab berarti manusia yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai budaya merupakan nilai-nilai yang luhur yang dijunjung tinggi oleh manusia. Oleh sebab itu, nilai-nilai luhur tersebut dapat dijadikan pedoman dan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan suatu kebulatan pengertian yang lengkap tentang manusia. Hal ini berarti di samping sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial, di mana keduanya harus ditempatkan pada tempat yang sesuai. Kemanusiaan yang adil dan beradab dapat pula diartikan sebagai suatu penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa membeda-bedakan perbedaan keyakinan hidup, status sosial, politik, ras, warna kulit, keturunan, bahasa, agama, budaya, adat-istiadat maupun suku. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sebagai berikut:
§   Mengakui dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
§   Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaan, suku, ras, keturunan, adat, status sosial, warna kulit, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
§   Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap tenggang rasa (tepo seliro).
§   Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
§   Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
§   Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
§   Berani membela kebenaran dan keadilan dengan penuh kejujuran.
§   Bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia.
§   Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

3.             Sila Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia terdiri dari dua kata yang penting yaitu persatuan dan Indonesia. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak pecah-belah. Sedangkan persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Keanekaragaman masyat:akat Indonesia diharapkan dapat diserasikan menjadi satu dan utuh, tidak bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persatuan Indonesia mengandung arti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan yang didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia mengandung arti kebangsaan (nasionalisme), yaitu bangsa Indonesia harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama.
Dengan demikian, secara lebih rinci sila Persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
§        Dapat menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
§          Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
§          Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
§          Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
§     Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
§          Mengembangkan persatuan berdasar Bhineka Tunggal Ika.
§          Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Untuk menjelaskan sila ini ada beberapa kata perlu dipahami, yaitu kerakyatan, hikmat kebijaksanaan, permusyawaratan, dan perwakilan. Kerakyatan berasal dari kata “rakyat” yang berarti sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti suatu prinsip yang mengakui bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan juga sering disebut kedaulatan rakyat. Hal ini berarti rakyatlah yang berkuasa, rakyatlah yang memerintah atau sering disebut dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Hikmat kebijaksanaan mempunyai arti suatu sikap yang dilandasi penggunaan akal sehat dan selalu mempertimbangkan kepentingan persatuan dan kesatuan. Kepentingan rakyat akan dijamin dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan berarti suatu tata cara yang khas bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan berdasarkan mufakat. Pelaksanaan dari kebenaran ini, memerlukan semangat mengutamakan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan daerah, golongan maupun pribadi. Hal ini merupakan itikad yang baik dan ikhlas dilandasi pikiran yang sehat, ditopang oleh kesadaran bahwa kepentingan bangsa dan negara mengalahkan kepentingan yang lain.
Perwakilan berarti suatu tata cara untuk mengusahakan ikut sertanya rakyat mengambil bagian dalam urusan negara. Bentuk keikutsertaan itu ialah badan-badan perwakilan, baik pusat maupun daerah. Keanggotaan badan-badan perwakilan itu ditentukan melalui suatu pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung arti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya, dilakukan melalui perwakilan. Keputusankeputusan yang diambil oleh wakil-wakil rakyat dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin oleh akal sehat Berta penuh rasa tanggung jawab baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah:
§       Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
§         Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
§         Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
§         Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai dalam musyawarah.
§   Dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab menerima dan melaksanakan hasil putusan musyawarah.
§       Dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
§        Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
§       Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
§         Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk menyalurkan aspirasinya.

5.             Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial adalah keadaan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Artinya, keadilan itu tidak untuk golongan tertentu saja tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, tanpa membedakaan kekayaan, jabatan maupun suku tertentu. Keadilan sosial dapat diartikan suatu pengaturan yang tepat dari suatu masyarakat nasional yang bertujuan untuk memupuk dan mendorong perkembangan segenap kemampuan yang setinggi mungkin dari seluruh kepribadian anggota masyarakat. Seluruh rakyat Indonesia adalah setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia baik yang mendiami wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara yang berada di negara lain.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah setiap rakyat Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik. ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pengertian adil juga mencakup pengertian adil dan makmur. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mempunyai pengertian pada dua aspek tujuan hidup, yaitu :
§           Masyarakat yang berkeadilan, yaitu kondisi masyarakat yang menunjukkan pada tata kehidupan yang terpenuhi kebutuhan hidup manusianya dalam aspek rohani.
§    Masyarakat yang berkemakmuran, yaitu kondisi masyarakat yang menunjukkan pada tata kehidupan yang terpenuhi berbagai kebutuhan hidup dari segi material atau jasmani.

Secara rinci nilai-nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah:
§           Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
§    Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Menghormati hak orang lain.
§             Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
§            Tidak menggunakan hak milik perorangan untuk memeras orang lain.
§            Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
§   Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
§            Suka bekerja keras.
§    Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

§            Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.