ads

loading...

Wednesday, March 28, 2012

MACAM-MACAM KELOMPOK KEPENTINGAN

Kelompok kepentingan anomik
Kelompok kepentingan anomik atau anomic interest group sering dipergunakan untuk menyebut ataupun menunjuk kepada kelompok kepentingan yang melakukan kegiatan-kegiatannya secara spontan dan hanya berlangsung seketika saja. Kelompok kepentingan anomik dalam melakukan kegiatan-kegiatan secara spontan dan hanya seketika itu saja dikarenakan kelompok kepentingaqn tipe ini tidak memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang secara jelas mengaturnya. Kelompok kepentingan anomik ini pada umumnya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya dengan cara-cara yang non konvensional; seperti pemogokan, demonstrasi, huru-hara, kerusuhan, konfrontasi dan lainnya yang sejenis dengan itu. Demikian pula kelompok kepentingan anomik ini merupakan suatu kelompok yang tidak terorganisir secara rapi. Oleh karena sifat kelompok kepentingan tipe ini spontan, maka ikatan yang menjalin di antara pendukung-pendukungnya sedemikian longgar; dan mengakibatkan pula tidak terdapat nya peraturan-peraturan yang mengikat pendukung-pendukungnya secara ketat.

Kelompok kepentingan non assosiasional
Kelompok kepentingan non assosiasional atau non associational interest group adalah merupakan kelompok kepentingan yang dapat dikatakan kurang terorganisir secara rapid dan kegiatannya masih bersifa kadang kala saja. Keanggotaan kelompok kepentingan non assosiasional dapat diperoleh berdasarkan atas kepentingan-kepentingan yang serupa karena persamaan-persamaan dalam hal-hal tertentu; seperti keluarga, status, kelas, kedaerahan, keagamaan, keturunan atau ethnis. Pendukung-pendukung kelompok kepentingan non assosiasional ini dalam mengartikulasikan kepentingan-kepentingannya melaului individu-individu, klik-klik, pemuka agama dan lain-lain. Kelompok kepentingan non assosiasional tidak mempunyai struktutr organisasi yang formal. Untuk dapat masuk menjadi anggota kelompok kepentingan tipe ini tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit seperti yang biasa ditemui pada organisasi-organisasi yang sifatnya formal. Demikian pula kegiatan untuk memilih pimpinan kelompok.

Kelompok kepentingan institusional
Kelompok kepentingan institusional atau institutional interest group adalah merupakan kelompok kepentingan yang bersifa formal. Kelompok kepentingan institusional ini sudah terorganisir secara rapid an teratur. Demikian pula kelompok kepentingan tipe ini memiliki fungsi-fungsi social dan politik yang lainnya di smapng berfungsi mengartikulasikan kepentingan. Keanggotaan kelompok kepentingan institusional terdiri dari orang-orang professional dibidangnya. Untuk dapa masuk menjadi anggota kelompok kepentingan tipe ini diperlukan persyaratan-persyaratan formal yang memang telah ditentukan terlebih dahulu. Demikian pula kelompok kepentingan tipe ini telah memiliki rencana kerja yang tesusun  dengan baik. Kelompok kepentingan institusional, baik sebagai suatu badan hukum ataupun sebagai kelompok-kelompok yang lebih kecil yang terdapat di dalam badan hukum itu, selain mengartikulasikan kepentingan-kepentingannya sendiri juga dapat mengartikulasikan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lainnya yang ada di dalam masyarakat. perlu pula diketahui apabila suatu kelompok kepentingan institusional menduduk posisi yang sangat kuat pengaruhnya di dalam masyarakat, hal ini biasanya dikarenakan basis organsisasi kelompok kepentingan tersebut yang demikian kuat.

Kelompok kepentingan assosiasional
Kelompok kepentingan assosiasional atau associational interest group adalah merupakan kelompok kepentingan yang memiliki struktur organisasi yang formal. Kelompok kepentingan ini di dalam memperoleh pendukung-pendukungnya juga melalui prosedur-prosedur yang formal. Demikian pula halnya untuk memilih atau menyeleksi siapakah yang akan dijadikan pimpinan, dan untuk merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan kelompok harus melalui prosedur yang teratur yang kadang-kadang cukup berbelit-belit/ Kelompok kepentingan assosiasional antara lain meliputi serikat-serikat dagang, perkumpulan-perkumpulan para pengusaha. Kelompok kepentingan tipe ini secara khas menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan-kepentingan dari kelompok yang tertentu; demikian pula kelompok kepentingan tipe ini telah memiliki tenaga-tenaga yang sudah professional dibidangnya

Tuesday, March 27, 2012

CONTOH SURAT PERMOHONAN SPONSOR/ PENAWARAN SPONSOR

PROYEKSI PRODUCTION
Alamat: Komplek Lapangan Tahunan, Paliyan, Gunungkidul Telp. 081934222XXX
Nomor : 05/ PP/ XII/ 2011
Hal      : Permohonan/ Penawaran Sponsor

Kepada Yth:
Pimpinan PT. Astra Motor, Tbk
Di Jogjakarta

Dalam rangka menyambut datangnya Tahun Baru 2012 kami bermaksud mengadakan kegiatan hiburan  bagi warga masyarakat Gunungkidul berupa pesta kembang api dan pentas dangdut. Acara ini didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dimana seluruh jajaran pejabat teras mulai dari Bupati, Wakil Bupati beserta jajaran pejabat eselon II akan ikut memeriahkan acara ini pada detik-detik pergantian Tahun 2012 di Alun-Alun Pemda Gunungkidul.
Sehubungan dengan hal tersebut kami mengajak/ menawarkan kepada Perusahaan yang Bapak Pimpin untuk berkerjasama yang saling menguntungkan dimana acara tersebut dapat digunakan sebagai media promosi yang maksimal dari produk perusahaan sehingga akan meningkatkan omset penjualan sesuai yang ditargetkan oleh perusahaan.
Sebagai gambaran dan pertimbangan kami sampaikan proposal terlampir.
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas partisipasi dan  dukungannya diucapkan terimakasih.








Jogjakarta, 17 Desember 2011
Pimpinan



INGGIT BAYU SETYAWAN, SE

Saturday, March 24, 2012

UU NO. 5 TAHUN 1960


TUGAS
HUKUM AGRARIA
MENGKAJI UU NO. 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA
Dosen Pengampu: Wihandriati, S.H., CN



Oleh :
Inggit Bayu Setyawan (09009076/ PPKn A)




Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
2011


Undang Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria


BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.

Pasal 1.
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Analisis: menurut kami pasal 1 UUPA ini tidak membutuhkan PP atau peraturan lainnya, karena apa yang terkandung dalam pasal 1 ini sudah jelas.

Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami pasal 2 membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuan-ketentuannya, khususnya Pasal 2 ayat 4 melalui PP No. 16 tahun 2004 tentang Tata Penggunaan Tanah.

Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Analisis: menurut kami pasal 3 UUPA ini tidak membutuhkan PP atau peraturan lainnya, karena apa yang terkandung dalam pasal 3 ini sudah jelas.

Pasal 4.
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.
Menurut kami ketentuan pada Pasal 4 ayat 2  masih membutuhkan Peraturan yang lebih lanjut untuk melaksanakannya, adapun peraturan-peraturan tentang hak menguasai Negara ini adalah:
1.         UU no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan pada pasal 1 ayat 1 yang mengatur mengenai penguasaan bahan galian
2.         UU no. 3 tahun 1972 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Transmigrasi
3.         UU no. 11 tahun 1974 tentang Pengairan
4.         UU no. 23 tahun 1997 tentang Penataan Lingkungan Hidup
5.         UU no. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
6.         UU no. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 5 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 6 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 7 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 8.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 8 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 9.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas
ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 9 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 10 ini masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, adapun PP nya adalah PERPU 56/1960, tentang penetapan luas tanah pertanian.


Pasal 11.
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan
bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 11 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 12.
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan
usaha bersama dalam lapangan agraria.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 12 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agrarian dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 13 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 14 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hokum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 15 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

BAB II
HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA
PENDAFTARAN TANAH.

Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan umum.

Pasal 16.
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)
ialah:.
a.     hak milik,
b.     hak guna-usaha,
c.      hak guna-bangunan,
d.     hak pakai,
e.     hak sewa,
f.      hak membuka tanah,
g.     hak memungut-hasil hutan,
h.     hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam
pasal 4 ayat (3) ialah:
a.     hak guna air,
b.     hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c.      hak guna ruang angkasa.

Analisis: menurut kami hal yang terkandung pada pasal 16 sudah cukup jelas sehingga tidak membutuhkan PP atau semacamnya.

Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.

Analisis: Menurut kami pasal 17 ini masih membutuhkan PP dalam pelaksanaannya, adapun PP yang mengatur tentang pasal ini adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No.56 Tahun 1960 tentang Luas batas maksimum dan minimum pemilikan tanah

Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

Analisis: Menurut kami pasal 18 ini masih membutuhkan PP dalam pelaksanaannya, adapun PP yang mengatur tentang pasal ini adalah peraturan pemerintah No. 39 Tahun 1973 Tentang Acara penetapan ganti kerugian oleh pengadilan tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda asing yang ada diatasnya.

Bagian II
Pendaftaran tanah.
Pasal 19.
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a.     pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b.     pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c.      pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Analisis: Menurut kami pasal 19 ini masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuannya, adapun PP yang penjabaran dari pasal ini adalah PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.



Bagian III
Hak milik,
Pasal 20.
(1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 20 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 21.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut
lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3)
pasal ini.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 21 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 22.
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena :
a.        penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b.        ketentuan Undang-undang.

Analisis: menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 22 masih membutuhkan PP untuk melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Pasal 23.
(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 23 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 24.
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.

Analisis: menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 22 masih membutuhkan PP untuk melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Pasal 25.
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 25 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 26.
(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang. dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Analisis: menurut kami ketentuan yang ada pada pasal 24 masih membutuhkan PP untuk melaksanakannya, adapun PP yang yang berkaitan adalah PP 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Pasal 27.
Hak milik hapus bila:
a.     tanahnya jatuh kepada negara,
1.  karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2.  karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3.  karena diterlantarkan;
4.  karena ketentuan -pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
b.     tanahnya musnah.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 27 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Bagian IV.
Hak guna-usaha.
Pasal 28.
(1) Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan.
(2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 28 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 29.
(1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 29 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 30.
(1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah.
a.  warga-negara Indonesia;
b.  badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak gunausaha, yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam
jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 30 masih membutuhkan PP dalam pelaksanannya adapun PP nya adalah PP No. 40 Tahun 1996 pasal 17 dan 18

Pasal 31
Hak guna-usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 31 masih membutuhkan PP dalam pelaksanannya adapun PP nya adalah PP No. 40 Tahun 1996 pasal 6 dan 7.

Pasal 32.
(1) Hak guna-usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali
dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 32 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 33.
Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 33 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 34.
Hak guna-usaha hapus karena:
a.    jangka waktunya berakhir;
b.    dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
b.    tidak dipenuhi;
c.    dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d.   dicabut untuk kepentingan umum;
e.    diterlantarkan;
f.     tanahnya musnah;
g.   ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 34 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Bagian V
Hak guna-bangunan.
Pasal 35.
(1) Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam
ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
(3) Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 35 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 36.
(1) Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah:
a.     warga-negara Indonesia;
b.  badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak gunabangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami pasal 36 masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuan tersebut adapun PP nya adalah: PP No. 40 Tahun 1996 pasal 35-38.

Pasal 37.
Hak guna-bangunan terjadi:
a.     mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara; karena penetapan Pemerintah;
b.     mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 37 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 38.
(1) Hak guna-bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 38 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 39.
Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 39 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 40.
Hak guna-bangunan hapus karena:
a.     jangka waktunya berakhir;
b.     dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
b.     tidak dipenuhi;
c.     dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d.     dicabut untuk kepentingan umum;
e.     diterlantarkan;
f.      tanahnya musnah;
g.     ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 40 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Bagian VI.
Hak pakai,
Pasal 41.
(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2) Hak pakai dapat diberikan:
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 41 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 42.
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
a.    warga-negara Indonesia;
b.    orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.    badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.   badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 42 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 43.
(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 43 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.



Bagian VII.
Hak sewa untuk bangunan.
Pasal 44.
(1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
a.  satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b.  sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 44 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 45.
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
a.  warga-negara Indonesia;
b.  orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.   badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.  badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 45 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Bagian VIII.
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan.
Pasal 46.
(1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga-negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 46 masih membutuhkan PP dalam melaksanakan ketentuannya, adapun PP nya adalah: PP No. 24 Tahun 2010 tentang penggunaan kawasan hutan

Bagian IX.
Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan.
Pasal 47.
(1) Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain.
(2) Hak guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 47 ini masih membutuhkan PP lebih lanjut dalam pelaksanaanya, adapun PP nya adalah: PP No. 42 Tahun 2008 tentang pengelolaan sumber daya air

Bagian X.
Hak guna ruang angkasa.
Pasal 48.
(1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 48 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Bagian XI
Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
Pasal 49.
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui
dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Analisis: menurut kami pasal 49 ini masih membutuhkan PP untuk melaksanakan ketentuannya, adapun PP nya adalah: UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Bagian XII
Ketentuan-ketentuan lain.
Pasal 50.
(1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan Undang-undang.
(2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna-usaha, hak
guna-bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 50 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 51 .
Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan Undang-undang.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 51 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

BAB III
KETENTUAN PIDANA.
Pasal 52.
(1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-
(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26, ayat (1), 46, 47, 48, 49, ayat (3) dan 50
ayat (2) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.
(3) Tindak pidana dalam ayat (1) dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 52 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN.
Pasal 53.
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 53 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 54.
Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 21 dan 26, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonenesianya mempunyai kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok, telah menyatakan menolak kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan perundangan yang bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarga-negaraan Indonesia saja menurut pasal 21 ayat (1).

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 54 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 55.
(1) Hak-hak asing yang menurut ketentuan konversi pasal I, II, III, IV dan V dijadikan hak usaha-usaha dan hak guna-bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
(2) Hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan kepada badan-badan hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika hal itu diperlukan
oleh Undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta
berencana.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 55 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 56.
Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 56 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 57.
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalampasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.

Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 57 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.

Pasal 58.
Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
Analisis: menurut kami ketentuan pada pasal 58 sudah cukup jelas sehingga sudah tidak membutuhkan PP atau pun peraturan lainnya.