ads

loading...

Saturday, April 7, 2012

Kasus Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984


ANALISIS PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984

A.      Kronologi Peristiwa Kasus Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984
Peristiwa Tanjung Priok ini berawal dari hegemoni ideologi Pancasila oleh rejim Suharto pada akhir tahun 1970an. Rejim Suharto setelah menyingkiran gerakan politik kiri memandang organisasi-organisasi Islam politik sebagai musuh utamanya. Organisasi Islam politik disebut sebagai kelompok “ekstrim kanan“ yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Mereka menentang kebijakan-kebijakan seperti indoktrinasi ideology di institusi-institusi pendidikan atau perencanaan perundang-undangan asas tunggal, dimana kebijakan tersebut memaksa partai-partai dan organisasi-organisasi untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar ideologi mereka.
Kelompok islam menentang karena tidak mau menempatkan agamanya di posisi ke dua. Demikian juga di Tanjung Priok, sebuah daerah pelabuhan di sebelah utara Jakarta, pada awal tahun 1984 muncul sebuah gerakan perlawanan. Amir Biki seorang pengusaha dan mubaligh, mengorganisir beberapa tabligh akbar dimana dalam acara tersebut terdapat kotbah-kotbah kritis tentang korupsi, dominasi ekonomi masyarakat indonesia keturunan tionghoa dan perencanaan perundang-undangan asas tunggal.

Berikut ini adalah kronologi peristiwa Tanjung Priok 1984:
Sabtu, 8 September 1984
Terjadi konflik antara jemaat mesjid Assa’dah di Tanjung Priok dan petugas Babinsa setempat, sersan satu Hermanu. Setelah jemaat tidak menggubris perintah Hermanu yang menyuruh agar mencabut spanduk-spanduk yang mengkritik pemerintah di sekitar mesjid tersebut, maka sersan satu tersebut dengan cara yang tidak sopan mencoba sendiri mencabut poster tersebut. Hal ini membuat marah para jemaat.
Senin 10 September 1984
Usaha peleraian yang dilakukan oleh dua orang takmir masjid Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman sementara usaha peleraian sedang berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera melakukan penangkapan terhadap 4 orang yaitu: Rambe, Sulaeman, pengurus mushola Achmad Sahi dan seorang tuna karya Muhamad Noor.

Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.

Pada tanggal 12 September
Amir Biki dan mubaligh lainnya ikut acara tabligh akbar yang berisikan kritik terhadap pemerintah. Sebetulnya acara ini tidak ada hubungannya dengan kasus penangkapan tersebut. Namun Amir Biki dan pendakwah lainnya menggunakan kesempatan tersebut untuk mengajukan tuntutan pembebasan atas empat tahanan yang sudah disebut diatas. Ketika ultimatum yang diajukan Biki yaitu bila pembebasan empat tersangka tersebut hingga pukul 11 malam tidak dipenuhi, ia mengerahkan massa yang berkumpul untuk mengadakan aksi protes. Sekitar 1,500 massa berjalan beriring-iring menuju markas Kodim Jakarta Utara, tempat dimana empat orang tersangka tadi ditahan. Pada saat massa berada di depan Polres Metro Jakarta Utara mereka di hadang oleh satuan regu artileri pertahanan “Udara Sedang“, Arhanudse yang segera melepaskan tembakan ke arah massa. Sampai hari ini seberapa jauh dan penyebab pembantaian ini belum jelas. Pimpinan militer pada waktu itu menyatakan bahwa prajurit artileri atas dasar pertahanan darurat menembaki massa yang bersenjata. Sembilan dinyatakan tewas dan lima puluh tiga luka-luka. Para saksi dan kelompok-kelompok oposisi memberitakan tentang aksi militer yang terencana itu bahwa jumlah korban meninggal ditafsir lebih banyak lagi, yaitu berkisar antara 400 sampai 700 orang. Organisasi-organisasi HAM berkesimpulan bahwa mantan Panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Indonesia) Benny Murdani dan Pangdam V Jaya Try Sutrisno telah memerintahkan atau setidaknya dengan sadar telah membiarkan aksi pembantaian tersebut. Menurut laporan para saksi mata Murdani dan Sutrisno muncul pada tanggal 12 September tengah malam di tempat kejadian mengontrol pelaksaan menutup-nutupi aksi pembantaian tersebut. Mayat-mayat dimasukkan ke dalam truk-truk militer lalu di bawa ke tempat lain dan dikuburkan di tempat-tempat yang tidak diketahui. Sedangkan korban luka-luka dilarikan ke rumah sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, dimana mereka dilarang untuk menerima kunjungan dari keluarga mereka. Pembantaian Tanjung Priok adalah awal mula dari gelombang tindak represif terhadap kritikus-kritikus yang menentang Orde Baru. Korban yang luka-luka pada aksi demonstrasi tersebut dijatuhi hukuman karena aksi perlawanan menentang kekuasaan negara.

Berikut ini adalah daftar jenis-jenis pelanggaran HAM pada peristiwa Tanjung Priok 1984:
1.             Pembunuhan secara kilat (summary killing)
Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi di depan Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pkl 23.00 akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara dibawah pimpinan Serda Sutrisno Mascung dengan senjata semi otomatis. Para anggota pasukan masing-masing membawa peluru yang diambil dari gudang masing-masing sekitar 5-10 peluru tajam. Atas tindakan ini jatuh korban 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan. Atas perintah Mayjen Try Soetrisno Pangdam V Jaya korban kemudian dibawa dengan tiga truk ke RSPAD Gatot Subroto.

2.             Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention)
Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap disekitar lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan surat perintah penangkapan dari yang berwenang. Keluarga korban juga tidak diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis.

3.             Penyiksaan (Torture)
Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat. Bentuk penyiksaan antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul dan lain-lain.

4.             Penghilangan orang secara paksa (Enforced or involuntary disappearance)
Penghilangan orang ini terjadi dalam tiga tahap, pertama adalah menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Kedua adalah menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat. Ketiga adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara pasti.

B.       SOLUSI
Solusi untuk memecahkan permasalahan pelanggaran HAM peristiwa Tanjung Priok ini terdiri dari 2, yaitu:
1.         Solusi Represif
Solusi Represif ini merupakan solusi yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan dan mengungkap kebenaran dari peristiwa Tanjung Priok ini. Pencarian kebenaran ini bukan tentang siapa yang akan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman karena hal tersebut tidak akan bisa mengembalikan semua yang telah hilang dan semua yang telah rusak menjadi kembali utuh. Tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana keadilan itu bisa ditegakkan, dengan adanya keadilan di negeri ini telah mengindikasikan bahwa saat ini pengadilan telah bebas dari intervensi militer maupun pemerintah. Adapun langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk mencari kebenaran ini adalah:
·           Mengajukan kembali kasus Tanjung Priok ini kedalam persidangan
·           Mencari bukti-bukti baru terkait peristiwa tersebut dengan berkerjasama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
·           Mencari saksi-saksi baru yang bisa menceritakan kronologis yang sebenarnya tentang Peristiwa tersebut.
2.         Solusi Preventif
Solusi Preventif ini adalah solusi yang dapat dilakukan agar di masa yang akan datang kejadian ini tidak akan terulang lagi. Adapun solusi-solusi preventif yang dapat dilakukan adalah:
·           Mengamalkan Pancasila sebagaimana mestinya sebagai ideology bangsa, dan menjalankan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Pancasila dengan UUD 1945 ini harus bisa di amalkan secara bersamaan dan saling melengkapi. Ini dilakukan agar apa yang terjadi di masa orde baru tentang Hegemoni Pancasila tidak terulang lagi karena dengan adanya UUD 1945 maka menjadi penjamin terlindungan HAM bagi warga negara Indonesia.
·           Pemerintah dan instansi terkait misalnya militer dalam konteks ini harus bisa menahan sikap ketika sedang menjalankan tugas demi terjalinnya komunikasi yang baik dengan masyarakat. Dan ketika terjadi permasalahan hendaknya mampu diselesaikan dengan musyawarah mufakat antara masing-masing pihak dengan melibatkan lembaga-lembaga social kemasyarakatan (LSM) sebagai penengah dan pengawas dalam proses pemecahan masalah.
·           Pemerintah, pemuka agama, dan tokoh-tokoh masyarakat hendaknya saling berdiskusi dan menjalin hubungan yang harmonis. Dengan begitu pemimpin-pemimpin dari berbagai elemen tersebut mampu mengontrol perilaku anak buahnya. Agar tidak ada lagi adu domba dari segelintir orang yang memanfaatkan keuntungan jika terjadi konflik.

25 comments:

  1. ijin copast boleh pak??
    terima kasih

    ReplyDelete
  2. ijin copas boleh?? ^^

    ReplyDelete
  3. !ni lebih dari cUkuP BuAT tugas pkn aQ :)
    MkzH eA GaNZ

    ReplyDelete
  4. artikel yang bermanfaat untuk tugas Hukum HAM di fakultas hukum :) terima kasih

    ReplyDelete
  5. "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." - Surah An-nisa ayat 59

    ReplyDelete
  6. Ini sangat membantu, dan memberikan banyak informasi yang belum saya ketahui..
    Terima kasih banyak :)

    ReplyDelete