ads

loading...

Thursday, October 18, 2012

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA



A.    PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH MAJIKAN
Pertama,hal terpenting dalam menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja adalah mengerahkan segala upaya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Kedua,setalah mengerahkan segala upaya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja agar tidak terjadi,majikan harus merundingkan dengan serikat buruh maupun perkumpulan majikan.
Ketiga,apabila perundingan sudah diadakan tetapi tidak bisa atau tidak menghasilkan maka pemerintah campur tangan dalam menyelesaikan masalah ini.
Keempat,undang undang yang ada bersifat formal tentang cara minta izin, banding terhadap penolakan permintaan izin dan seterusnya.
Kelima,apabila terjadi pemutusan hubungan kerja besar - besaran sebagai tindakan pemerintah, akibat moderasi efisiensi,rasionalisme pemerintah,maka pengusaha harus menyalurkan ke perusahan lain atau tempat kerja lain.

1.      Izin
Mengenai izin ini pasal 3 ayat 1 menentukan sebagai berikut:
     a.    Untuk pemutusan hubungan kerja perseorangan, Harus memperoleh persetujuan  dari panitia daerah sebagaimana dimaksud pasal 5 UU no.22 tahun 1957.
    b.   Untuk pemutusan hubungan kerja besar – besaran , pengusaha harus memperoleh izin dari panitia pusat sebagaimana dimaksud pada pasal 12 UU NO.22 thun 1957.

2.      Bentuk permohonan izin
Bentuk permohonan izin harus tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 UU no,12 thn 1964 dan pasal 4 ayat 1,no PER .04/MEN/1986.

3.      Alasan pemberian izin
a.       Pada saat perjanjian kerja diadakan memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
b.      Mabuk,madat,pemakaian obat blues/narkotika ditempat kerja.
c.       Melakukan perbuatan asusila ditempat kerja.
d.      Melakukan tindakan kejahatan.
e.       Penganiayaan,menghina mengancam teman kerja ataupun pimpinan kerja.
f.       Membujuk teman kerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hokum.
g.      Dengan sengaja atau ceroboh merusak fasilitas perusahaan,karena dianggap merugikan.
h.      Membongkar rahasia perusahaan dan mencenarkan nama baik perusahaan.

4.      Larangan pemutusan hubungan kerja
Dalam dua hal pemutusan hubungan kerja oleh majikan dilarang, yaitu :
a.   Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan terus memnerus.
b.      Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh undang – undang atau pemerintah, atau menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya dan yang dipersetujui pemerintah.

5.      Ancaman pidana
Ketentuan yang dimuat didalam peraturan menteri ketenagakerjaan no.PER 03/MEN/1989.peraturan ini memuat ancaman pidana bagi majikan. Pasal 6 mengaskan bahwa pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 1,2,3,4 diancam dengan hukuman kurungan selama lamanya tiga bulan atau dengan dendan setinggi tingginya Rp 100.000,00.

6.      Uang pesangon uang jasa dan ganti kerugian
Buruh yang diputuskan hubungan kerja jika dikaitkan dengan uang pesangon uang jasa uang ganti rugi,dapat digolongkan menjadi tiga :
a.       Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya tanpa mendapat uang pesangon dan uang jasa.
b.      Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya hanya diberi  uang pesangon saja.
c.       Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya diberikan uang pesangon dan uang jasa.

B.     PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH BURUH
Alasan mendesak bagi buruh adalah alasan sedimikian rupa sehingga mengakibatkan buruh tidak layak memngaharapkan untuk meneruskan hubungan kerja. alasan tersebut antara lain:
1.      Apabila majikan menganiaya,menghina secara kasar atau mengancam dengan sungguh – sungguh si buruh atau membiarkan bahwa perbuatan perbuatan semacam itu dilakukan oleh seoranga teman serumah atau bawahannya.
2.      Apabila ia membujuk atau mencoba membujuk buruh sanak keluarga atau teman serumah seburuh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU/kesusilaan baik, atau membiarkan bahwa  pembujukan atau mencoba membujuk yang demikian itu dilakukan oleh salah satu seorang teman serumah atau bawahnya.
3.      Apabila ia tidak membayar upah pada waktu yang telah ditentukan.
4.  Apabila telah diperjanjikan makan dan perumahan, ia tidak menyelenggarakan hal hal itu sepenuhnnya.
5.      Apabila ia tidak memberikan pekerjaan secukupnya kepada buruh yang upahnnya digantungkan pada hasil pekerjaan yang dilakukan.
Dari alasan alasan diatas harus memenuhi syarat syarat berikut :
1.      Harus ada alasan yang mendesak yang obyektif
2.  Alasan itu harus mendesak secara subyektif pihak yang bersangkutan sehingga ia tidak bersedia lagi meskipun untuk waktu yang pendek meneruskan hubungan kerja
3.      Alasan mendesak ini harus diberitahukan kepada pihak lawan
4.      Pemberitahuan itu harus segera dilakukan

C.     PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DEMI BURUH
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja demi hokum disini adalah putusnya hubungan kerja dengan sendirinya tanpa perbuatan hokum tertentu.baik oleh majikan atau buruh.KUH perdata mengenal dua pemutusan hubungan kerja demi hokum,yaitu habisnya waktu dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu.dan buruh meninggal dunia.

D.    PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH PENGADILAN
Dalam beberapa hal pengadilan negeri berwenang memutuskan hubungan kerja antara majikan dengan buruh.tentu saja apabila salah satu pihak mengajukan permohonan pembatalan perjanjian kerja kepada pengadilan.berikut ini beberapa alasan yang dijadikan dasar permohonan pemutusan hubungan kerja.
1)      Karena alasan penting
Alasan penting adalah selain alasan mendesak sebagaimana dimaksud pada pasal 1603 n,juga perubahan pribadi atau kekayaan dari pemohon atau pihak lainnya atau perubahan keadaan dimana pekerjaan dilakukan,yang sedemikian rupa sifatnya sehingga layak segera atau dalam waktu pendek diputuskan hubungan kerja itu.masing-masing pihak,termasuk sebelum pekerjaan dimulai,berdasarkan alasan penting berwenang mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan ditempat kediaman yang sebenarnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus.tisp janji yang dapat menghapuskan atau membatasi wewenang ini adalah batal.pengadilan meluluskan permohonan setelah mendengar atau memanggil secara sah pihak lainnya.
2)      Karena merugikan buruh belum dewasa
seorang wakil yang sah dari buruh yang belum dewasa boleh mengajukan permohonan tertulis kepada pengadilan tempat buruh belum dewasa bertempat tinggal supaya perjanjian kerja tersebut dinyatakan putus.
3)      Pembatalan perjanjian kerja menurut pasal 1267 KUH perdata
Di dalam pasal 1603 w ditegaskan bahwa wewenang para pihak untuk menuntut pembatalan perjanjian berdasarkan pasal 1267 disertai penggatian biaya kerugian dan bunga tidak hapus karena ketentuan dalam bagian ini.
4)      Pengakhiran hubungan kerja berdasarkan pasal 1601 k KUH perdata
Dalam peraturan perusahaan seorang majikan dapat mencantumkan syarat-syarat kerja yang berlaku diperusahaan diperusahaan itu.jika selama hubungan kerja berlangsung diadakan peraturan perusahaan yang baru atau yang diubah,maka buruh yang tidak menyetujuinya dapat mengajukan permohonan kepada hakim supaya perjanjian kerjanya dibatalkan.

HUBUNGAN KERJA



Pengertian
Hubungan kerja merupakan sesuatu yang abstrak ia merupakan hubungan hukum antara seoang majikan dengan seorang buruh , hub kerja lahir karena adanya perjanjian kerja

A.    PERATURAN YANG MENGATUR HUBUNGAN KERJA
Pada dasarnya hukum yang berlaku untuk masing masing golongan penduduk tersebut adalah sebagai berikut
§    Untuk gol eropa berlaku seluruh hukum perdata barat.
§    Untuk gol eropa timur asing tionghoa berlaku seluruh hukum perdata barat
§    Sedangkan untuk timur asing bukan tionghoa berlaku hukum perdata barat
§    Untuk golongan pribumi berlaku hukum adat
Hal hal yang diuraikan diatas erat kaitanya dengan perluasan berlakunya hukum perdata barat yakni menyatakan berlakunya hukum perdata barat kepadagolongan pribumidan timur asing membuka kesempatan kepada golongan pribumi dan timur asing untuk sukarela tunduk kepada hukum perdata barat

B.     PERJANJIAN KERJA
Yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu , buruh mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain dalam hal ini majikan selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah atau bayaran sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada empat unsur agar suatu perjajnian dapat dinyatakan sebagai perjanjian kerja
1.      Ada kerjaan
Secara undang-undamg tidak mengatur mengenai pengertian pekerjaan. Pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh buruh untuk kepentingan majikan sesuai dengan perjanjian kerja.
2.      Ada upah
Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuksuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinilai dalam bentuk uang ditetapkan dalam perjanjian dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja, termasuk tunjangan.
3.      Dibawah perintah
Unsur yang paling khas dari perjanjian kerja adalah bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh buruh berada di bawah perintah majikan.
4.      Waktu tertentu
Yang akan ditunjuk oleh perkataan waktu tertentu atau zekere tijd sebagai unsur yang harus ada dalam perjanjian kerja adalah bahwa hubungan kerja adalah bahwa hubungan kerja antara majikan dengan buruh tidak berlangsung terus menerus atau abadi.

C.    BENTUK PERJANJIAN KERJA
Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis , hanya saja jika dibuat secara tertulis maka semua biaya akta dan lain lain biaya tambahan harus ditanggung oleh majikan

D.    SUBYEK PERJANJIAN KERJA
Salah satu syarat sahnya perjajnian berati termasuk perjanjian kerja adalah kecakapan kerja,kecakapan  ini merupakan salah satu syarat subjektif perjanjian, syarat subjektif lainya adalah kesepakatan. Orang yang cakap membuat perjanjian adalah orang dewasa yang mampu bertanggung jawab.

E.     ISI PERJANJIAN KERJA
Isinya berkaitan dengan apa yang akan diperjanjikan sebagaimana isi perjanjian pada umumnya , tidak boleh bertentangan dengan undang undang , kesusilaan dan letertiban umum.

F.     KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA
Dalam perjanjian baik buruh maupun majikan maisng masing mempunyai hak dan kewajiban , kewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan, seperti juga hak buruh tersimpul pada kewajiban maijkan
             1.      Kewajiban Buruh
Ø  Melakukan Pekerjaan
Melakukan pekerjaan merupakan kewajiban yang paling utama bagi seorang buruh, disamping kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini dapat disimpulkan dari bunyi pasal 1603.
Ø  Menaati peraturan tentang melakukan pekerjaan
Kewajiban buruh untuk menaati peraturan tentang segala suatu yang berkaitan dengan melakukan pekerjaan ini perwujudan dari “di bawah perintah”nya buruh oleh majikan.
Ø  Membayar ganti kerugian dan denda
Apabila perbuatan buruh, baik karena kesengajaan atau kelalaian, menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti rugi. Sementara itu buruh harus membayar denda apabila ia melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja tertulis.
2.      Kewajiban Maijkan
Ø  Membayar upah
Ø  Mengatur Pekerjaan dan tempat kerja
Ø  Memberikan Cuti
Ø  Memberikan surat keterangan
Ø  Mengurus perawatan dan pengobatan

a.      Kedudukan Upah
                 1.      Beberapa ketentuan mengenai upah
Tidak ada upah apabila buruh tidak melakukan pekerjaan. Hal ini ditegaskan oleh pasal 1602 b KUH Perdata dan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah. Ketentuan yang demikian ini adalah logis. Namun menurut undang-undang terdapat pengecualian.
Pertama, apabila buruh sakit atau kecelakaan berhalangan melakukan pekerjaan.
Kedua, apbila buruh melaksanakan kewajiban yang diletakkan kepadanya oleh undang-undang atau penguasa negara. Contoh: Melaksanakan kewajiban yang diletakkan undang-undang misalnya menjadi saksi di pengadilan, mengurus Kartu Tanda Penduduk dan melaksanakan hak pilih pada pemilihan umum.
Ketiga, apabila buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan, tetapi majikan tidak menggunakannya, baik karena salahnya sendiri maupun bahkan karena halangan yang kebetulan mengenai dirinya pribadi. 

2.      Bentuk Upah
Ketentuan yang dapat dikatakan sama tercantum dalam pasal 12 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981. Ditegaskan bahwa bentuk upah bisa dalam bentuk uang atau bentuk lainnya. 
Mengenai bentuk upah yang tidak berbentuk uang, beberapa peraturan menentukan sebagai berikut:
a.       Peraturan tentang Memperkerjakan buruh (Indienstneming van Werklieden)
Dalam pasal 4 ditegaskan bahwa majikan wajib atas biayanya memberikan kesempatan kepada  buruhnya mendiami rumah yang pantas dalam perusahaannya dan memberi perawatan dokter yang layak termasuk obat yang diperlukan.
b.      Perjanjian  kerja di laut
Dalam pasal 429 KUH Dagang ditegaskan bahwa selama waktu ia bekerja di kapal, nahkoda berhak atas makan dan penginapan. Kecuali jika disepakati dengan penggantian uang makan yang dibayar lebih dahulu untuk jangka waktu 1 bulan.
c.       Peraturan tentag Panglong Riau
Menurut pasal 20 peraturan tersebut ada beberapa kewajiban majikan yang berkaitan dengan upah tidak berbentuk uang, yakni:
1.      Majikan harus memberikan tiga kali makan sehari kepada buruh dan sekurang-kurangnya dua kali seminggu memberikan kacang hijau
2.      Upah buruh yang  tidak bertempat  tinggal pada majikan tidak boleh ditetapkan lain daripada dalam:
d.      Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Dalam pasal 1602 x ditegaskan bahwa majikan wajib jika seorang buruh yang bertempat tinggal pada nya sakit atau mendapat kecelakan, selama berlangsungnya hubungan  kerja, tetapi paling lama untuk waktu emnam minggu, menguruskan perawatan dan pengobatan sepantasnya sekedar hal ini tidak berdasarkan peraturan lain. 

3.      Cara Pembayaran Upah
Majikan wajib membayar upah kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan (pasal 1602 KUH Perdata). Jumlah upah tidak dibayarkan seluruhnya jika (a) dibayarkan dengan pencicilan, (b) diadakan penyitaan ole pihak ketiga, dan (c) diadakan kompensasi. Mengenai tempat pembayaran upah, ditempat di mana pekerjaan lazimnya dilakukan, maupun di kantor majikan, jika kantor itu terletak di tempat tinggal jumlahh terbanyak dari para buruh. 

4.      Kedudukan Upah
Bagi buruh, apabila ia telah  melakukan pekerjaan, upah merupakan  piuatang atau tagihan. Bagi majikan, apabila buruh telah melakukan pekerjaan, upah merupakan utang. Pasal 1139 KUH Perdata menentukan bahwa piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu, “Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang yang belum dibayarkan kepada buruh

b.      Mengatur pekerjaan dan Tempat Kerja
Selain kewajiban utama seorang majikan, yakni membayar upah, masih banyak kewajiban lainnya. Salah satu di antaranya adalah kewajiban untuk mengatur pekerjaan dan tempat kerja. Untuk buruh yang tinggal pada majikan, majikan wajib memberikan kesempatan kepada buruh untuk memenuhi ibadah menurut agamanya, menikmati istirahat dari pekerjaannya. Dua-duannya tanpa pemotongan upah, dan berdasarkan persetujuan atau kebiasaan yang berlaku.Majikan wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa sehingga buruh tidak perlu melakukan pekerjaan pada hari Minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat dipersamakan dengan hari Minggu.
c.       Memberikan cuti
Majikan wajib memberikan libur kepada buruh pada hari minggu atau hari raya, atau hari lain yang menurut kebiasaan setempat dipandang sebagai hari minggu. Demikian ditegaskan olehh pasal 1602 v KUH Perdata. Untuk buruh yang menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari satu organisasi harus diberi izin untuk beristirahat sedikitnya 2 minggu setiap tahun.

d.      Memberikan Surat  Keterangan
Kewajiban lain seorang majikan yang diletakkan oleh undang-undang adalah memberikan surat keterangan. Apabila buruh menghendaki, majikan wajib memberikan surat keterangan pada saat hubungan kerja berakhir. Surat keterangan ini berisi tentang (1) sifat pekerjaan yang dilakukan oleh buruh, dan (2) lamanya hubungan kerja antara majikan dengan buruh.

e.       Mengurus Perawatan dan Pengobatan
Di dalam pasal 1602 c dan pasal 16002 x terdapat perkataan “sakit dan mendapat kecelakaan”. Yang hendak ditunjuk oleh pasal 1602 c adalah sakit dan mendapat kecelakaan yang menyebabkan buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya, baik itu sakit badaniah maupun rohaniah. Sementara itu yang hendak ditunjuk oleh pasal 1602 x adalah sakit dan mendapat kecelakan, tanpa  mempersoalkan apakah hal itu menyebabkan buruh  berhalangan atau tidak melakukan pekerjaan dan majikan wajib mengurs perawatan dan pengobatan buruh yang tinggal padanya yang sakit atau mendapat kecelakaan selama berlangsungnya hubungan kerja. Perawatan ini paling lama 6 minggu.

G.    Perubahan  Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja merupakan perjanjian juga. Oleh karena itu, perubahan atas isi perjanjian kerja harus didasarkan pada kesepakatankedua pihak, yaitu majikan dan buruh. Hal ini dapat disimpulkan dari asas yang terkadung dalam pasal 1338 KUH Perdata, yakni bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan demikian salah satu pihak saja, tanpa kesepakatan pihak lainnya, tidak dapat mengubah perjanjian kerja.

H.    Perpanjangan Perjanjian Kerja (Voortzet-Tung)
Perjanjian kerja yang  dibuat untuk waktu tertentu berakhir apabila waktunya telah habis. Perjanjian kerja yang telah habis waktunya dapat diperpanjang.
Perkataan “diadakan lagi” diartikan sebagai diteruskan atau diperpanjang, jadi, bukan diadakan pejanjian baru. Akibat yang  sangat penting adalah bahwa syarat-syarat yang harus diadakan secara tertulis menurut undang-undang tidak perlu diulangi lagi dengan mengadakan perjanjian baru secara tertulis.

I.        Perpindahan Perjanjian Kerja (Overneming Arbeidsovereenkomst)
Berpindahnya suatu perusahaan ke tangan majikan lain tidak memutuskan hubungan kerja. Kesimpulan yang demikian  ini sejalan dengan hakikat hukum perburuhan, yakni untuk melindungi buruh. Jika tidak, maka akan dengan mudah  seorang majikan yang bermaksud memutuskan  hubungan kerja dengan buruhnya melaksanakan kehendaknya.

J.      Perjanjian Kerja Persaingan (Concurrentie-Be-Ding)
Yang hendak dibahas berikut ini adalah perjanjian kerja yang didalamnya terdapat klausula untuk mencegah persaingan antarperusahaan. Latar belakangnya dalah: Karena berbagai alasan, dalam praktek sering terjadi pemutusan Hubungan Kerja. Buruh yang hubungan kerjanya telah diputus dapat mencari pekerjaan dengan keahlian yang  ia peroleh dari majikan semula. Keadaan ini dalam keadaan tertentu akan merugikan (menyaingi) majikan pertama.
Meskipun  perjanjian kerja persaingan diperkenankan, tetapi dua syarat harus dipenuhi, yaitu (1) perjanjian itu harus  tertulis atau dalam suatu reglemen, dan (2) perjanjian itu hanya dapat dibuat dengan buruh yang telah dewasa.

K.    Perjanjian Kerja Laut
1.      Pengertian Perjanjian Kerja Laut
Pengertian perjanjian  kerja laut terdapat dalam pasal 395 KUH Dagang.
2.      Bentuk  Perjanjian Kerja Laut
Untuk nakhoda dan perwira kapal, cukup diharuskan dalam bentuk tertulis (perjanjian kerjanya), sebab kedua profesi itu tentu memerlukan pendidikan yang cukup.
3.      Isi Perjanjian Kerja Laut
Tentang isi perjanjian kerja laut ini diatur dalam pasal 401 KUH Dagang. Selain segala sesuatu yang telah ditetapkan di tempat lain, maksudnya pasal-pasal lain, baik di dalam maupun di luar. Perjanjian kerja tersebut memuat:
a.         Nama, hari kelahiran, umur, tempat kelahiran
b.         Tempat dan tanggal dibuatnya perjanjian
c.         Penunjukan kapal atau kapal-kapal tempat buruh sanggup bekerja
d.        Perjalanan atau perjalanan-perjalan yang akan di tempuh
e.         Jabatan yang akan dipangku oleh buruh
f.          Penyebutan mengenai apakah buruh juga mengikat kan diri untuk pekerjaan di darat, maka harus dijelaskan
g.         Jika mungkin, tempat dan hari pekerjaan di kapal akan dimulai
h.         Apa yang ditetapkan dalam pasal 415 menganai hak buruh atas hari libur.

4.      Larangan Mengadakan Perjanjian Kerja Persaingan
Kalau dalam perjanjian kerja pada umumnya boleh dicantumkan perjanjian kerja persaingan maka dalam perjanjian kerja di laut klausula yang demikian tidak boleh dicantumkan .
Secara umum perjanjian  kerja persaingan  pada zaman sekarang ini sudah tidak popular lagi. Sementara itu pelarangannya perjanjian kerja persaingan perjanjian kerja laut dapat dimengerti.

5.      Berakhirnya Hubungan Kerja Laut
Pada dasarnya suatu perjanjian kerja, termasuk perjanjian kerja laut, diadakan untuk waktu tertentu dan untuk waktu tidak  tertentu. Untuk perjanjian kerja laut yang  diadakan untuk waktu tertentu, maka hubungan kerja berakhir apabila waktu yang diperjanjikan telah habis.
6.      Ketentuan Pidana dalam  Hubungan Kerja Laut
Menurut pasal 560 KUH Pidana seorang nakhoda Indonesia yang berangkat sebelum  dibuat dan ditandatangani monsterrol ini diancam dengan pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.500,00. Oleh karena itulah pasal 453 tersebut mengancam dengan pidana seorang nakhoda, yakni orang yang  memegang kuasa dalam kapal atau orang yang menggantikannya, yang sesudah menandatangani monsterrol tersebut dan belum habis waktunya dengan segaja tidak mau memimpin  kapal. Dan untuk anak kapal juga terdapat ancaman yang serupa.

L.     Perjanjian Kerja Tertentu
Kata tertentu yang dirangkai dengan kata perjanjian kerja dimaksudkan untuk menunjukkan tertentu atau terbatasnya waktu perjanjian kerja tersebut. Perjanjian tertentu diadakan  karena jenis, sifat  dan kegiatan pekerjaan yang menjadi obyek perjanjian kerja itu memang harus demikian. Ada syarat formal dan material yang harus dipenuhi untuk membuat perjanjian kerja tertentu.

M.   Larangan Mengadakan Perjanjian Kerja Antara Suami dan Isteri
Setiap istri harus tunduk patuh kepada suaminya. Demikian ditegaskan oleh pasal 106 ayat (1) KUH Perdata. Salah satu konsekunsi dari ketentuan yang demikian  itu suatu perjanjian kerja yang diadakan antara suami dan isteri adalah batal. Sebab, jika misalnya suami bertindak sebagai buruh, sedangkan isteri bertindak sebagai maikan, si suami harus berada di bawah pimpinan (perintah) isterinya.

N.    Perjanjian Perburuhan
1.      Istilah
Belum ada keseragaman istilah tentang perjanjian perburuhan. Ada yang menggunakan istilah persetujuan perburuhan  bersama. Ada yang menggunakan istilah pertujuan perburuhan  kolektif.
2.      Pengertian
Perjanjian perburuhan ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang  telah terdaftar pada Kementriann Perburuhan dengan  majikan, majikan-majikan, perkumpulan majikan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
a.       Subyek  Perjanjian Perburuhan
Dalam perjanjian perburuhan ada dua pihak yaitu pihak serikat buruh atau serikat-serikat buruh dan pihak majikan atau majikan-majikan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum.
b.      Obyek Perjanjian Perburuhan
Obyek perjanjian perburuhan atau isi perjanjian peruburuhan pada umumnya adalah syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja.
3.      syarat perjanjian perburuhan
a.         perjanjian perburuan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak, atau dibuat dalam bentuk akta otentik atau akta resmi (pasal 2 ayat 1).
b.         perjanjian perburuan harus memuat ;
1.      nama, tempat kedudukan serta alamat serikat buruh.
2.      nama, tempat kedudukan serta alamat majikan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum.
3.      nomor  serta tanggal pendaftaraan serikat buruh pada kementerian perburuan (pasal 1 PP nomor 49 tahun 1954).
c.         Perjanjian perburuhan harus dibuat minimal tiga rangkap, untuk dimasukan dalam daftar (pasal 5 PP nomor 49 tahun 1954).
d.         Perjanjian  perburuan hanya dapat  diselenggarakan  untuk paling lama dua tahun(pasal 16 UU nomor 21 tahun 1954).

 4.      hubungan antara perjanjian perburuhan dengan perjanjian kerja.
Bahwa pada umumnya atau semata – mata memuat syarat – syarat yang harus di perhatiakan dalam perjanjian, yang menunujukan bhawa perjanjian tidak dapat mengesanpingkan perjanjian perburuhan.karena perjanjian perburuhan merupakan induk atau dasar bagi perjanjian kerja.Dan ada kemungkinan bahwa perjanjian kerja bertentangan dengan perjanjian perburuhan .